Headlines

Drs. H. Nana Mulyana, M.Si.

Drs. H. Nana Mulyana, M.Si.

TIGA TALENTA DALAM SATU NAMA

GURU – SENIMAN – PENGARANG

by:Cecep Ahyani

Gajah dikenal karena gadingnya. Merak dipuji karena warna-warni bulunya. Lalu Pak Nana Mulyana Mulyana dikenal dan tak mustahil diacungi ibu jari karena apanya ya?

Guru yang Dirindu

 

BOBOT seorang guru, kata seorang pakar pedagogik, ditimbang ketika ia berada di dalam kelas bersama para muridnya. Elegan atau mengecewakan? Menyenangkan atau menyebalkan? Membangkitkan atau justru menenggelamkan?

Sebagai guru sejarah dan Muatan Lokal Bahasa Sunda, Pak Nana Mulyana Mulyana memang amat pandai bercerita. Koleksi ceritanya segudang. Dari sejarah Nusantara, dunia, sampai cerita rakyat, baik mitos, legenda maupun cerita horor. Vokalnya ritmis dan artikulatif. Gerak tangan dan mimiknya tak kalah ekspresif dibanding jagoan monolog dari Yogyakarta, Butet Kartaradjasa. Boleh disimak gaya retorika beliau ketika memberikan amanat pembina upacara bendera atau saat menyampaikan khutbah Jumat di mesjid sekolah. Para siswa dibuat gembira. Bersama Pak Nana Mulyana, ruang kelas menjelma sebagai pengembaraan auditif, arena tamasya: tamasya otak, tamasya hati. Detik-detik seolah berlari. Para murid masih asyik menikmati sajian mater, yang dipadu dengan dongeng-dongeng menarik terkadang diselingi hariring lagu Sunda seperti “Mawar Bodas”nya Darso dan Yayan Jatnika.

Sebagai guru yang telah lebih dari dua dasawarsa mewakafkan keringat, bahkan mungkin air matanya bagi dunia pendidikan, Pak Nana Mulyana tergolong guru yang bersahaja. Selalu tampil apa adanya. Ramah dan senang bercanda, juga amat perhatian pada murid-muridnya. Kehadirannya dirindukan. Prediksi ini tidak salah, ketika pada momentum Hari Guru tahun 2006, ayah sepasang putra-putri ini terpilih sebagai guru terfavorit versi siswa SMAN 3 Kuningan.

Selain menjadi guru di salah satu SMA elite di jantung Kota Kuda itu, Sejak tahun 1995 Pak Nana Mulyana diangkat menjadi dosen di Fakulta Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Kuningan (waktu itu masih bernama STKIP) sampai sekarang untuk memberikan materi perkuliahan “Berbicara” kepada mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Sebuah mata kuliah yang memberikan bekal keterampilan berbahasa lisan kepada mahasiswa agar bisa tampil menarik di depan publik, elegan, energik, dan konfidens, baik dalam forum-forum resmi maupun semiresmi. Lalu karena kedekatannya dengan kalangan mahasiswa dan selalu peduli pada beragam aktivitas mereka, Pak Nana Mulyana, pada awal Januari 2005, diamanahi tugas tambahan oleh Rektor Universitas Kuningan berdasarkan usulan dan rekomendasi dari Dekan FKIP dan Wakil Rektor III sebagai Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan. Jabatan ini ternyata makin memperjelas sosok, karakter, dan performa pria humoris kelahiran 18 November 1958 ini sebagai manusia pekerja yang ulet, disiplin, cekatan, jujur, dan (lagi-lagi) bersahaja apa adanya.


Pena Seniman Pengarang

TERNYATA tidak banyak guru yang mau dan mampu menulis. Dan lebih tidak banyak lagi yang “berani” mengkhalayakkannya di media massa. Pak Nana Mulyana, ternyata, adalah satu dari yang “tidak banyak” dan “lebih tidak banyak lagi” itu.

Ide-ide Pak Nana Mulyana memang subur. Entah sudah berapa puluh tulisan yang dilahirkannya. Dan entah berapa puluh pula yang kemudian diumumkan di media massa, baik lokal maupun nasional. Pak Nana Mulyana menulis sajak, cerpen, dan naskah drama dalam dua bahasa: Sunda dan Indonesia. Puisinya memang masih disimpan rapat. Hanya beberapa yang telah dipublikasikan, diantaranya berjudul “Jerit Tangis Pilu di Jatinanggor” yang mengisahkan kebiadaban mahasiswa STPDN Bandung. Satu dua sajaknya sempat diperdengarkan dalam beberapa kesempatan, baik di sekolah SMAN 3 maupun di kampus Uniku. Soal pilihan “mazhab” dalam berkarya, alih-alih menghadapkan wajah ke Barat seperti yang dicontohkan Sutan Takdir Alisyahbana, Pak Nana Mulyana justru mengikuti jejak Ajip Rosyidi yang khusyuk menggali hikmah kearifan dari budaya lokal sendiri. Dia terinspirasi oleh khasanah cerita rakyat yang melimpah di setiap daerah. Dia mencari, menggali, merawat, memberi sentuhan dalam gaya hingga cerita yang (sebagian) hampir tenggelam itu kembali muncul ke permukaan dengan tampilan yang memikat. Beberapa cerita rakyatnya diikutsertakan dalam pelbagai sayembara dan Si Aa, panggilan akrabnya di kampung halaman dan di kalangan mahasiswa yang sudah sangat akrab di kampus, beberapa kali dianugerahi penghargaan.

Kemudian sebagai pembina teater, baik teater sekolah maupun teater kampus, pengagum berat Rendra ini juga menulis naskah drama, contoh naskah drama karya beliau “Sangkuriang” yang diangkat dari dongeng legenda tatar Sunda, “Adam Hawa” yang diangkat dari kisah Al-Qur’an, “Aji Saka” yang diangkat dari cerita rakyat Jawa dan naskah-naskah lainnya. Beberapa kali naskahnya dipentaskan dalam pelbagai kegiatan. Kadang-kadang juga menyutradarai, bahkan menjadi pemeran tokoh dramanya sendiri.

Selain menulis karya sastra, Pak Nana Mulyana juga menulis esai, kolom, artikel, dan reportase. Esai sastranya pernah memenangkan sayembara mengarang tentang Apresiasi Sastra Antar Guru SLTA tingkat nasional pada tahun 1999. Artikelnya tentang otonomi daerah juga menjadi jawara dalam lomba penulisan artikel otda tingkat Kabupaten Kuningan. Kolom pendidikannya muncul di Harian Pikiran Rakyat Bandung, Majalah Sastra Horison Jakarta, Kuningan Pos, Buletin PGRIMajalah Sunda Mangle dan Koran Sunda Galuran. Sedangkan sebagai anggota kerabat redaksi beberapa majalah: Warta Korpri Kuningan, Idealisme, Lensa UNIKU, dan Majalah SMAN 3 Kuningan (Mardika), pria, suami dari Teh Titin Sukarsih Staf Kantor Kelurahan Purwawinangun yang mobilitasnya amat tinggi ini berkali-kali menulis reportase atas pelbagai peristiwa. Selain itu ia termasuk Tim Penyusun Buku Sejarah Perjuangan Rakyat Kuningan Masa Revolusi Kemerdekaan, DHC 45 Kabupaten Kuningan yang bukunya telah beredar di Kabupaten Kuningan.

Dan di panggung seni pertunjukan, Pak Nana Mulyana adalah seniman calung yang tergolong kondang. Ia pengagum Darso, dedengkot calung dari Kota Bandung. Indang calung sepertinya sudah meragasukma dalam dirinya. Ia pemain Grup Calung Gentra Pusaka Kuningan dan Grup Calung Lebakkardin. Tak heran kalau Pak Aan Sugianto Mas, koleganya di kampus, majalah, dan teater, secara berkelakar mencandai Pak Nana Mulyana sebagai orang yang “ngomong dan nyanyi susah dibedakan”.

Selain sebagai, meminjam julukan dari salah satu mahasiswa FKIP, “Darso-nya Kuningan”, Pak Nana Mulyana juga adalah salah satu penabuh bedug papan atas di Kota Kuda ini. Tiga kali berturut-turut, sejak 2000, menjadi jawara (pemenang I, III [2001], II [2002]) dalam festival bedug yang digelar salah satu produsen rokok kretek setiap bulan Ramadhan atau dalam memeriahkan Tahun Baru Islam/Tahun Hijriah. Prestasi “spektakuler” ini adalah berkah dari lakon hidupnya di masa remaja yang sering tidur di mesjid dan gemar tatabeuhan mengiringi orang takbiran. Dengan raihan prestasi ini, tak usah kaget bila Pak Nana Mulyana kemudian menjadi sosok yang amat dikenal dan diperhitungkan oleh para penabuh bedug yang sebagian besar adalah para aktivis masjid dan mushola di Kuningan itu.


Pak Nana Mulyana di Tengah Keluarga dan Tetangga

 

MANUSIA adalah homo social. Maka sebaik-baik manusia, kata Nabi SAW., adalah manusia yang dapat memberikan manfaat bagi manusia lainnya. Jadi, mari kita lihat bagaimana Pak Nana Mulyana berinteraksi dengan orang-orang di sekitarnya, dengan keluarga dan tetangga kanan kirinya.

Di rumahnya yang asri dilingkung hijaunya padi, Pak Nana Mulyana adalah seorang kepala keluarga yang penyabar, humoris, dan penuh tanggung jawab. Sering saat pulang dari sekolah, kampus, atau luar kota, membawakan oleh-oleh buat anak istrinya. Kerap pula mengajak mereka pesiar ke tempat-tempat yang sedap di mata, nyaman di lidah. Beliau adalah seorang suami yang telaten dan amat setia mengantar-jemput sang mantan pacar, baik ke tempat kerja maupun tempat belajar. Seorang ayah yang mengantarkan tidur buah hatinya di masa kanak dengan dongeng kancil dan buaya, si Kabayan yang jenaka, atau kisah heroik dari Hamzah bin Abdul Muthalib, Sri Baduga Maharaja, dan tokoh historis lainnya. Lalu sebagai “si Aa” dari lima bersaudara, Pak Nana Mulyana tak jenak kalau lama tak mengunjungi ayahanda H. Mahrum Zafar Shidiq dan Hj. Yati Mulyati, orang tuanya yang tinggal di Desa Ciwaru sana. Mencium mesra punggung tangan keduanya, bertanya tentang kesehatannya, minta doa restu dan keridaannya, serta menyampaikan kabar gembira tentang diri dan keluarganya. Kabar yang membuat mata kedua orang tua itu berbinar, air muka penuh cahaya.

Di Lebakkardin, tempat ia bisa makan dengan lahap dan tidur dengan nyenyak, orang-orang dari mulai anak-anak, remaja, sampai orang tua memanggilnya “Pak Guru”. Hal ini mengindikasikan bahwa kapasitas Pak Nana Mulyana sebagai guru  diakui banyak orang, tidak hanya di sekolah atau kampus, tetapi juga di lingkungan tempat tinggalnya. Dia sosok yang populis dan dituakan oleh warga sekitarnya. Lubuk akal tepian ilmu, kata peribahasa lama. Pekarangan rumahnya kadang riuh rendah oleh anak-anak muda yang tengah berlatih Kesenian baik seni tradisi ataupun seni teater, terutama menjelang perayaan pesta agustusan dan Hari Jadi Kuningan. Di masjid Nurul Islam Lebakkardin, tempat ia biasa bersalat jamaah (sesekali menjadi khatib dan imam), Pak Nana Mulyana didaulat menjadi pengurus  DKM sampai sekarang. Begitu juga di RT ia terpilih menjadi sekertaris RT. Kedekatannya pada anak muda juga nampak ketika (lagi-lagi) didaulat oleh ketua pemuda H. Ade Petruk, M.BA. menjadi sekretaris Himpunan Pemuda-Pemudi Lebakkardin (HIPPEL) serta menjadi pembimbing kesenian para pemuda-pemudi. Tetangga yang mau menikahkan putrinya juga selalu mengetuk pintu rumahnya. Mengajaknya bermusyawarah, memintanya jadi pembawa acara atau memberikan sambutan dalam upacara serah terima calon pengantin. Sesekali ia menjadi pemandu acara pada pergantian malam Tahun Baru atau dalam peringatan Hari-har Besar Islam di alun-alun kota Kuningan.

“Hirup di masyarakat mah kudu ka bula ka bale Cep. Ulah eksklusif,” pesannya. “Harus menyebar mengakar ya, Pak,” timpal saya meminjam slogan PR. ***

 

Biodata

Nama: Drs. Nana Mulyana

TTL: Ciwaru, Kuningan, 18 November 1958

Alamat: Jln. Wijaya (Gg. Depok) No. 16 RT 02 RW 01 Lebakkardin, Kel. Purwawinangun, Kuningan

Pekerjaan: Guru SMAN 3 Kuningan, Dosen FKIP Uniku

Istri: Titin Sukarsih (Staf Kantor Kelurahan Purwawinangun)

Anak:

1. Veri Nurhansyah Tragistina

2. Vera Nurhikmah

Pendidikan:

  1. SDN Ciwaru II
  2. SMPN Ciwaru
  3. SMAN 1 Kuningan
  4. IKIP Bandung Fakulttas Keguruan Sastra dan Seni , Jurusan Bahasa dan Sastra Sunda

Organisasi:

  1. Pengurus Paguyuban Pasundan Kuningan (Seksi Seni Budaya sampai sekarang)
  2. Pernah menjadi Pengurus BKPRMI Kuningan (Seksi Seni Budaya dan Olahraga)
  3. Pengurus DKM Nurul Islam Lebakkardin
  4. Pengurus HIPPEL Lebakkardin Kuningan
  5. Anggota Teater Sado Kuningan
  6. Anggota Grup Calung Gentra Pusaka Kuningan
  7. Anggota Grup Calung Lebakkardin Kuningan

Prestasi:

  1. Pemenang I sayembara mengarang tentang Apresiasi Sastra antarguru SLTA tingkat nasional yang diselenggarakan Pusat Bahasa Jakarta (1999)
  2. Pemenang I lomba karya tulis sejarah bagi guru SLTA tingkat Jawa Barat yang diselenggarakan Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat dalam rangka Hardiknas (2000 dan 2001)
  3. Juara Harapan I sayembara menulis cerita rakyat tingkat Jawa Barat yang digelar Yayasan Jendela Seni Bandung
  4. Pemenang I lomba menulis artikel otonomi daerah tingkat Kabupaten Kuningan yang digelar KIPDA Kuningan
  5. Pemenang I lomba menulis cerita rakyat Kuningan yang digelar PWI Kuningan
  6. Pemenang I festival bedug Sampoerna Hijau (2000), pemenang III (2001), pemenang II (2002)
  7. Guru terfavorit versi siswa SMAN 3 Kuningan (2006)

Aktivitas lain:

  1. Anggota tim penyusun buku Sejarah Perjuangan Rakyat Kuningan Masa Revolusi Kemerdekaan, DHC 45 Kuningan
  2. Anggota redaksi majalah Warta Korpri Kuningan, Idealisme dan Lensa UNIKU, dan Pembimbing Majalah SMAN 3 Kuningan Mardika
  3. Pembina teater SMA 3 dan teater kampus Uniku

Motto:

“Jangan sekali-kali mengejar jabatan, biarkanlah jabatan yang mengejar kita”

Penulis adalah Sahabat Dekat Pak Nana Mulyana, Dosen FKIP  Universitas  Kuningan  Aktivis Teater  Sado

Kuningan dan Pembimbing Teater Pecut Dapur Sastra FKIP UNIKU serta Sekretaris Redaksi Majalah Idealisme dan Lensa UNIKU.

One thought on “Drs. H. Nana Mulyana, M.Si.

  1. Sampurasun …. hatur nuhun ka Pangersa Kang Cecep (penulis) anu parantos ngabeberkeun sadaya aktivitas Pak Nana. Asa ku wararaas emut deui ka jaman tahun 90-an. Sim kuring salah sahiji murid ajeuna waktos SPGN Kuningan lulus 1990. Salam baktos ka Pangersa Bapak Yana Mulyana M.Si. Mugia salamina aya dina panantayungan Allah AWT, sehat walafiat Amin. Pami tiasa mah hiji deui we “lalakon Pak Yosep P” diantos pedaranana. Hatur nuhun.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

50 − = 41

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Top